T A U B A T


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ (التحريم : 8)
Artinya: Wahai orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sungguh-sungguh, semoga Tuhan menghapuskan kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang sungai-sungainya selalu mengalir . (Q.S. al-Tahrim : 8). Taubat merupakan dasar awal dari setiap maqam. Taubat itu bagaikan sebidang tanah yang diperuntukkan bagi suatu bangunan. Orang yang tidak bertaubat tidak ada hal dan maqam baginya, laksana orang yang tidak mempunyai tanah dan bangunan rumah. Taubat itu adalah kembali dari sifat sifat tercela kepada sifat-sifat yang terpuji. Orang yang kembali dari kekeliruan itu terbagi kepada tiga macam; 1. Taaibun; Orang yang kembali dari perbuatan tercela karena takut kepada siksaan Allah. 2. Munibun; Orang yang kembali dari perbuatan tercela karena malu dilihat Allah. 3. Awwabun; Orang yang kembali dari perbuatan tercela karena mengagumi kebesaran Allah. Suatu keharusan bagi seorang hamba untuk segera bertaubat, dan menjaga batas-batasnya agar terhindar dari kemurkaan Allah, terhindar dari kutukan-Nya, terhindar dari neraka jahannam, rantai dan belenggu yang ada di dalam neraka itu. Serta agar selamat dari kebinasaan yang kekal abadi menuju kebahgiaan yang sejahtera, dekat dengan pintu rahmat-Nya, guna mencapai keridhoan-Nya, surga-Nya, serta mendapatkan pertolongan Allah untuk berbuat taat kepada-Nya, sebagaimana firman Allah. وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (النور:31) Artinya: Bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kamu mendapat keberuntungan. (al-Nur:31) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ (التحريم : 8) Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya (taubat Nasuha), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, (Q.S : al–Tahrim : 8). Taubat Nasuha adalah taubatnya seorang hamba secara zahir dan batin dengan memutuskan (menjazamkan) di dalam hati untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang pernah diperbuatnya. Keutamaan taubat ini telah dinyatakan dalam firman Allah yang berbunyi; إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (البقرة : 222) Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang suci. (Q.S : al-Baqarah : 222) Syarat-syarat taubat itu adalah menyesali perbuatan dosa yang telah lalu dengan suatu penyesalan yang sungguh-sungguh sehingga dengan penyesalan itu timbullah rasa takut dan tangisan karena mengingat berbagai macam azab Allah, melaksanakan segala kewajiban, mengembalikan perbuatan zalimnya kepada pemiliknya, jika pemiliknya itu sudah tidak ada lagi maka kepada ahli warisnya, kemudian memintak mereka untuk memaafkannya, kemudian berusaha untuk berbuat baik kepada mereka itu serta berniat untuk tidak mengulanginya. Mendidik nafsunya agar taat kepada Allah seperti halnya dia mendidiknya dalam berbuat maksiat dahulu. Merasakan pahitnya taat seperti dia merasakan manisnya berbuat maksiat. Meninggalkan pekerjaan jahat. Mengusahakan makanan, minuman dan pakaian yang baik. Tidaklah pantas bagi seorang hamba yang penuh dosa untuk menunda-nunda taubatnya, karena ajal itu tersembunyi, tidak diketahui kapan maut menjemputnya, atau sakit yang membawa kematian. Nabi SAW bersabda; “Celakalah orang-orang yang mengulur-ulurkan taubatnya”. Imam al-Ghazali berkata; Orang yang menunda-nunda taubatnya berada pada dua kekhawatiran besar. Pertama; Khawatir memperpekat kegelapan hatinya dengan berbagai kemaksiatan hingga terjkadi penumpukan dosa yang tidak dapat dihapus lagi. Kedua; Dikhawatirkan pula sakit atau mati mendadak sehingga tidak punya kesempatan untuk mendapat penghapusan dosanya. Oleh karena itulah – kata Imam al-Ghazali – saya mendapat khabar bahwa kebanyakan jeritan tangis ahli neraka berasal dari mereka yang menunda-nunda taubatnya. Dan yang paling banyak mereka rintihkan adalah penyesalan karena menunda-nunda taubatnya itu. Tidak ada kesengsaraan yang lebih fatal dari pada orang yang menunda-nunda taubatnya, dan tidak ada keselamatan kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. إِلاَّ مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (الشعراء : 89) Artinya: kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Q.S.al-Sy’ara:89) Untuk dapat menjadi orang yang bersih hati mesti diawali dengan taubat secara umum, sebab taubat itu terbagi kepada dua tingkatan; pertama, taubat umum, dan kedua, taubat khusus. Taubat umum adalah berhenti dari dosa kembali kepada taat; dari sifat tercela kepada sifat terpuji; dari jalan neraka kepada jalan syurga; dari mengikuti kemauan jasad kembali melatih diri dengan dzikir berjuang dan melakukan perjalanan”ubudiyah” sekuatnya. Adapun taubat khusus adalah setelah hamba meraih taubat umum tadi ia melanjutkan amal-amal yang baik ketingkat ma’rifat; dari darajat kepada qurbah; dari kenikmatan jasmani kepada kenikmatan ruhani, yaitu meninggalkan sesuatu selain Allah; bermesra-mesraan dengan Allah; dan melihat Allah dengan pandangan yakin. Pada dasarnya orang yang bertaubat dari dosa lahiriyah disebut “taibun” (orang yang bertaubat), akan tetapi belum disebut “tawwab” (orang yang bertawbat secara sungguh-sungguh) karena pada dirinya masih terdapat akar –akar dosa yang menjadi unsur penghalang bagi hamba untuk qurbah kepada Allah seperti nafsu amarah, nafsu lawwamah, nafsu mulhimah serta sifat-sifat bahimiyah (binatang jinak) yang tercela seperti makan yang berlebihan, minum berlebihan, tidur berlebihan atau menggunakan waktu tanpa manfaat. Begitu juga di dalam dirinya masih bersarang sifat-sifat sabu’iyah (bitangan buas) seperti pemarah, mencaci, memukul, memaksa. Demikian pula sifat-sifat syaithoniyah seperti sombong, ujub, hasad, dengki, dendam dan lain sebagainya yang termasuk sifat-sifat badan dan hati yang tercela. Untuk mencabut akar-akar dosa dan sifat-sifat yang tidak terpuji seperti tersebut diatas haruslah menggunakan alat pencabut yang dapat membersihkan semuanya itu dari tempat tumbuhnya, dan dengan methoda pencabutan yang tepat oleh orang yang ahli dibidangnya. Kalau tidak, maka sangat rawan tumbuh kembali bahkan mungkin akan lebih subur pertumbuhannya dari semula. Hal ini dapat dipahami karena bertaubat secara lahiriyah (bertaubat secara umum) laksana membabat alang-alang, sedangkan bertaubat secara batiniyah (bertaubat secara khusus) bagaikan mencabut sampai ke akar-akarnya. Kalau alang dibabat tentu dua atau tiga hari berikutnya akan muncul tumbuh kembali bahkan mungkin lebih subur dari semula, tetapi bila akarnya yang dicabut sudah pasti dia tidak akan tumbuh lagi dalam waktu yang lama, tergantung bagaimana kita memeliharanya. Alat pencabutan akar-akar dosa itu adalah kalimat tauhid Lailaaha Illallah (لااله الا الله ) yang diambil melalui talqin dzikir dari hati orang yang sudah bersih dan dipelajari cara-cara penggunaannya dari orang yang sudah profesional (mursyid), bukan diambil dari hati orang yang masih kotor atau dipelajari dari orang yang tidak mengerti cara menggunakannya. Perlunya mengambil dari hati orang yang sudah bersih karena kita akan membersihkan hati kita sendiri, bila diambil dari hati orang yang masih kotor sama artinya kita mencuci dengan air kotor, bukannya menjadi bersih tetapi akan bertambah kotor. Begitu juga bila di pelajari dari orang yang belum mengerti cara menggunakannya sama artinya kita mengikuti orang yang bodoh karena dia tidak tahu dan tidak mengerti. Orang yang mengaku dirinya bisa mengajarkan kalimat La ilaha illallah kepada orang lain, pada hal dia sendiri belum tahu sama sekali, sama artinya membodohi orang lain, dirinya sudah bodoh lalu membodohoi orang lain akahirnya yang mengajar sesat dan yang diajar juga tersesat. Agaknya orang seperti inilah yang disinyalir oleh Nabi SAW bahwa “diakhir zaman nanti akan bermunculan ulama-ulama yang sesat dan menyesatkan (dhallun mudhillun)”. Orang yang hatinya sudah bersih dan tahu cara-cara menggunakan kalimat tauhid tersebut, itulah yang disebut mursyid. Yaitu orang yang ahli Laa ilaaha Illallah (اهل لااله الا الله ). Oleh karena dia sudah ahlinya, maka orang yang diajarnya cepat mengerti, yang ditunjukkannya pasti benar, orang yang dibawanya pasti sampai bila ajarannya itu diikuti. Bukti orang yang diajarnya itu cepat mengarti dapat dilihat dari cepatnya dia menerima kebenaran, cepat paham apa yang diisyaratkan Allah didalam al-Quran maupun di dalam al-Hadits, cepat menyadari kesalahannya dengan bertaubat. Bukti yang diajarkannya pasti benar dapat dilihat dari materi ajarannya dan ibadah yang dilakukannya serta prilaku hidupnya sehari-hari tidak ada yang bertentangan dengan al-Quran dan al-Sunnah, oleh karena itu ucapannya didengari orang, kelakuannya jadi panutan orang banyak. Kalaupun terdapat perbuatannya yang seolah menyimpang dari kebiasaan umum, itu hanyalah perbedaan cara memandang perbuatan tersebut, sedangkan kebenaran esensi dari perbuatan itu akan terlihat dampak kebaikannya untuk orang banyak, seperti Nabi Khaidhir mengebor perahu yang sedang ditompanginya bersama orang banyak yang menurut pandangan lahiriyah (syari’at) menyalahi kebiasaan karena orang banyak membutuhkan perahu yang bagus agar tidak karam sedangkan Nabi Khaidhir mengebornya agar perahu itu karam. Akan tetapi Nabi Khaidhir melihatnya dengan pandangan batiniyah (hakikat) yang dia dapat mengetahui bahwa kalau perahu itu bagus pasti akan dirampok para perampok yang sudah mengincarnya, tetapi kalau perahu itu bocor maka air akan masuk perahunya karam, orang banyak akan datang menolong dan perampok itupun akan kabur yang pada akhirnya penumpang perahu itupun akan selamat. Begitu juga Nabi Khaidhir membunuh anak kecil yang menurut kacamata lahiriyah menyalahi kebiasaan sebab membunuh itu hukumnya haram dan anak kecil itupun tidak bersalah. Akan tetapi Nabi Khaidhir menggunakan kacamata batiniyah yang dapat melihat apa yang tidak terlihat oleh orang yang hanya menggunakan kacamata lahiriyah, karena orang tua anak itu sangat shaleh, sedangkan bila anak itu sudah dewasa nanti anak itu akan melakukan kedurhakaan terhadap orang tuanya yang pada akhirnya anak itu berdosa dan orang tuanya juga berdosa. Untuk menyelamatkan kedua-duanya (anak dan orang tuanya itu) maka lebih baik anak itu dibunuh saja selagi hal itu belum terjadi agar anak itu tetap masuk surga dan orang tuanya juga masuk surga. Dari sini Nabi Khaidhir juga ingin memberi pelajaran kepada Nabi Musa secara khusus dan kepada anak manusia secara umum bahwa dibalik yang nyata ada yang bathin, dibalik syari’at ada hakikat, dibalik dunia ada akhirat yang mestinya lebih diutamakan berdasarkan firman Allah; وَلَلآْخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ اْلأُولَى (الضحى : 4) Artinya: dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. (Q.S.al-Dhuha : 4) Maksud ayat tersebut adalah akhirat harus menjadi prioritas utama bila dibandingkan dengan dunia, sebab dunia akan hancur sedang akhirat akan kekal, pandangan lahir itu terbatas sedangkan pandangan batin tidak terbatas, menyelamatkan tubuh yang halus (ruhani) harus lebih diutamakan dari pada menyelamatkan tubuh yang kasar (jasmani). Artinya kalau kita selalu berusaha agar jasmani kita selamat, sehat, tampan / cantik, mengapa kurang usaha kita untuk menyelamatkan ruhani ?, mengapa kurang usaha kita mengobati ruhani agar dia sehat ?, mengapa kurang usaha kita untuk menghiasi ruhani agar dia tanpan / cantik ?, yang seharusnya urusan ruhani lebih diprioritaskan ketimbang jasmani, atau paling tidak tanpa mengabaikan jasmani, maka ruhani jangan ditelantarkan. Oleh karena itu segeralah bertaubat kepada Allah agar ruhani itu terlepas dari belenggu kesengsaraan, dan agar dia hidup bebas dialam qurbah tempat asalnya. وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (ال عمران : 133) Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.(Ali Imran: 133) Orang-orang yang bertaubat dengan sebenar-benarnya tetu taubatnya itu akan diterima oleh Allah, dosanya diampuni Allah, yang akan tercermin dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagai tanda orang yang diterima taubatnya, akan nampak pada delapan macam keadaan; 1. Timbul rasa takut untuk menggunakan lidahnya, sehingga dia selalu menghindari berbohong, menggunjing, banyak bicara yang tidak berfaedah. Sebaliknya dia selalu menjadikan lidahnya sibuk berdzikir kepada Allah dan membaca Al-Quran. 2. Timbul rasa takut dalam mengisi perutnya, sehingga dia tidak mau memasukkan kedalam perutnya itu melainkan yang halal-halal saja meskipun hanya sedikit. 3. Timbul rasa takut dalam menggunakan matanya, sehingga dia tidak melihat kepada yang diharamkan dan tidak melihat dunia dengan pandangan yang rakus tetapi hanya melihat dunia untuk dijadikan pelajaran. 4. Takut menggunakan tangannya, sehingga dia tidak menggunakannya untuk yang haram tetapi hanya untuk taat kepada Allah saja. 5. Takut menggunakan kedua kakinya, sehingga dia tidak menjalankan kedua kakinya itu untuk yang haram tetapi hanya mau menjalankan keduanya untuk taat kepada Allah. 6. Takut pada pekerjaan hatinya, sehingga dia menanggalkan sifat-sifat permusuhan, kemarahan, dengki terhadap temannya, dan mau menerima nasehat serta kasih sayang sesama muslim. 7. Takut menggunakan pendengarannya, sehingga dia hanya mau mendengar yang benar saja. 8. Dalam melaksanakan taat kepada Allah takut betul kalau tidak ikhlas, karenanya dia selalu berusaha agar ketaatannya itu ikhlas menuju ridho Allah, dia hindari sifat riya’ dan munafiq. – Tanda-tanda tersebut akan melekat pada dirinya dan menjadi pakaian dalam kehidupannya sehari-hari. Semoga kita semua diberi petunjuk oleh Allah agar segera bertaubat dan semoga taubat kita diterima Allah sehingga kita menjadi hamba-Nya yang suci. Amien Ya Rabbal ‘Alamien. اَلَّلهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ “Ya Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang suci, serta jadikanlah pula kami termasuk golongan hamba-hamba-Mu yang sholeh. Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta”.

Drs. KH. Muhammad Rusfi,MA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Drs. KH. Muhammad Rusfi,MA

PERKEMBANGAN TQN SURYALAYA - LAMPUNG

Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya

TASAWUF PADA MASA NABI SAW

RUKUN AGAMA ISLAM (ARKANUDDIN)

KALAM HIKMAH

PEMBANGUNAN MASJID AL-ARAFAH

MUHASABAH